Saturday, March 26, 2011

Letter In A Bottle


Clara sangat yakin bila dia menulis sebuah surat yang dimasukkan ke dalam botol kemudian dilemparkan ke laut akan membuat segala hal yang dia tuliskan itu lenyap dari pikirannya. Itulah kebiasaan yang hampir setiap hari dilakukan oleh gadis yang kini menginjak usia 16 tahun itu semenjak kepergian kakak kesayangannya, Cindy, yang meninggal akibat penyakit kanker. Dia berusaha sebisa mungkin untuk meneruskan kebiasaan kakaknya sebelum akhirnya dia meninggal.
“kita mau ngapain kesini?” tanya Clara saat mengantarkan Cindy yang terduduk lesu di kursi rodanya ke pantai yang tak jauh dari villa tempatnya menginap beberapa hari ini, yang juga atas permintaan kakaknya itu.
“aku yakin, penyakitku akan lenyap jika aku melemparkan ini ke pantai”  ucap Cindy kemudian, dan langsung melemparkan botol itu sekuat tenaganya yang hampir habis makanya botol itu masih bisa terlihat dari tempat mereka berada sekarang.
“kenapa kakak bisa yakin akan semua itu?”
“ga ada lagi yang bisa aku lakukan, aku sudah terlalu lelah dengan semua ini dan…” ucapan Cindy berhenti tiba-tiba, wajahnya begitu pucat dan tubunhya begitu lesu begitu kian terasa ketika angin disekitar pantai ini mulai berhembus kencang.
“kak, kita pulang ya!” ucap Clara yang begitu cemas dengan keadaan kakaknya, tak ada sepatah katapun terlontar dari Cindy namun tangannya yang lemah berusaha menggapai tangan adiknya yang kini berniat memutar arah kursi rodanya
“kenapa kak?” ucap Clara lagi saat menyadari Cindy mencoba untuk meminta sesuatu padanya dan dengan suara yang begitu lemah bahkan kalah dengan suara deru ombak yang kian meninggi, seperti sebentar lagi akan turun hujan, Cindy mencoba mengeluarkan suaranya semakin kuat.
“aku mau disini sampai matahari tenggelam”
“tapi, kalau sampai mama papa tahu kita kesini, mereka pasti marah besar lagipula udah mau hujan kak!” ucap Clara lagi menasihati kakaknya itu sambil beranjak bangkit dari hadapan Cindy untuk kembali ke belakang dan mendorong kursi roda itu, tapi sekali lagi, tangan Cindy yang lemah menahan tangan adiknya.
please, aku ga akan minta apa-apa lagi sama kamu!”
“tapi… oke!” tak kuasa lagi Clara menolak permintaan kakaknya itu meskipun dia begitu cemas karena wajah pucatnya kian memudar
“kamu pikir, untuk apa, aku minta dibawa kesini? Aku hanya ingin melihat indahnya matahari tenggelam dari sini bukan hanya lewat jendela penginapan kita dan aku sangat yakin dengan surat dalam botol yang kita lempar ke laut akan membuat kita lebih tenang dan suatu saat akan mendapatkan jawaban yang terbaik dari Tuhan” ucapan cukup panjang yang dikeluarkan Cindy setelah akhir-akhir ini hanya sedikit kata yang diucapkannya karena penyakit yang membuatnya lemah.
“kak, aku telepon mama papa dulu ya, mau kasih tahu kalau kita disini” kini Clara meninggalkan kakaknya itu beberapa langkah agar dia tak bisa mendengarkan apa yang akan dikatakan Clara kepada kedua orangtua mereka.
Clara begitu terkejut melihat kakaknya dihampiri oleh laki-laki disana, bergegas saja dia mengakhiri telepon itu dan kembali ke tempat kakaknya yang kini sudah sendiri lagi.
“tadi itu, siapa kak?” tanya Clara begitu penasaran pada Cindy, yang hanya membalasnya dengan senyum termanisnya
“kak, itu siapa?” tanya Clara lagi masih penasaran, belum juga mendapatkan jawaban atas pertanyaannya itu, Cindy justru menunjukkan padanya matahari yang mulai tenggelam
“indah banget ya! Coba, aku bisa melihat ini setiap hari” ucapan Cindy begitu menghentak Clara. Tak berapa lama kemudian orangtua mereka datang dan langsung menghampiri Cindy yang sedang begitu menikmati pemandangan dihadapannya itu.
“ayo, kita pulang. Mataharinya khan sudah tenggelam” ucap Cindy dalam keheningan
“kok pada bengong sih, aku tuh udah janji mau pulang setelah melihat matahari tenggelam. Ayo, katanya kita mau makan enak hari ini. Mama udah beli kuenya khan?” ucap Cindy lagi yang kini kian bersemangat, berbeda sekali dengan sebelumnya namun hanya dibalas senyuman oleh mamanya yang kemudian mendorong kursi rodanya menuju mobil yang telah terparkir tak jauh dari dimana mereka berada tadi.
Akhirnya mereka kembali ke penginapan yang tak jauh dari pantai itu. Semangat Cindy semakin kuat bahkan dia berulang kali berusaha untuk beranjak dari kursi rodanya namun apa daya, kekuatannya memang belum sebesar semangatnya tapi dia tidak putus asa dan tetap membantu mamanya memasak untuk makan malam spesial karena hari ini adalah hari ulang tahun Cindy.
“makanan sudah siap” ucap Cindy riang dan berkeliling sendiri dengan kursi rodanya untuk memanggil papanya yang berada di ruang tamu sampai ke kamar Clara, yang sedang duduk termenung di tempat tidurnya.
“kamu kenapa?” tanya Cindy pada adiknya itu
“aku masih bingung deh, siapa sih laki-laki tadi yang di pantai tadi?” tanya Clara, yang membuat kakaknya itu hanya tersenyum lagi, Clara yang menjadi semakin penasaran segera menghalangi pintu agar Cindy tak bisa keluar dari kamarnya.
“oke” jawab Cindy tegas dan kemudian melanjutkan lagi ucapannya “Mungkin dia adalah jawabannya dan aku harap dia juga bisa menjaga kamu nantinya” ternyata hanya jawaban singkat saja yang diberikan Cindy dan kemudian bergegas mendorong Clara yang masih saja menutupi jalan keluarnya namun kali ini Clara tak punya kekuatan untuk menahannya lagi dan menepi dari posisinya.
Mereka semua makan malam bersama bahkan kini tak seperti biasanya, Cindy makan dengan lahapnya, Clara yang terus saja memperhatikan hal itu, begitu bahagia karena kakaknya yang dulu telah kembali dengan semangat yang baru dan dia mulai percaya pada keyakinan kakaknya mengenai surat dalam botol tadi yang kemungkinan telah membuat penyakit kakaknya itu benar-benar lenyap.
“Pa, gimana kalau kita tinggal disini aja selamanya?” tanya Cindy setelah acara makan malam itu selesai dan peralatan makan yang masih tersisa mulai dibereskan oleh Bi Minah, orang yang membantu menjaga penginapan keluarga mereka, selama ini.
“ga bisa, sayang. Pekerjaan papa khan di Jakarta, terlalu jauh kalau kita tinggal disini. Gimana kalau papa janji, seminggu sekali kita pasti kesini” ucap papa memberikan jalan lain, yang hanya dibalas anggukan dan senyuman dari Cindy.
“Ra, kita keluar yuk! Aku mau lihat bulan dan bintang deh!” minta Cindy pada adiknya, yang langsung disetujui. Cuaca yang tadi seakan mau turun hujan, benar-benar berubah dan tak ada tanda-tanda sedikitpun akan turun hujan, angin juga tidak berhembus begitu kencang dan sangat mendukung tujuan mereka untuk melihat bulan dan bintang yang bersinar begitu terang seakan tepat diatas mereka.
“kamu suka ga tinggal disini?” tanya Cindy pada Clara tiba-tiba
“iya, aku juga akan berusaha membujuk papa agar mau tinggal disini selamanya” ucap Clara yang membuat Cindy lega karena setidaknya ada yang mendukungnya
“aku ngantuk, kita masuk aja yuk!” ucap Cindy kemudian.  Mereka segera masuk ke kamarnya, di tempat ini, mereka memang tidur di kamar yang sama, berbeda dengan dirumahnya karena mereka selalu tidur di kamar masing-masing.
“apa sih maksud omongan kakak tadi?” tanya Clara saat mereka sudah berbaring di tempat tidur, lampu kamarpun telah dimatikan sesuai keinginan Cindy yang tidak akan bisa tidur bila ada cahaya lampu meskipun sedikit.
“kak, tentang laki-laki yang tadi di pantai itu lho” tanya Clara lagi karena tak juga mendapatkan jawaban dari kakaknya sedari tadi
“kakak udah tidur ya?” tanyanya lagi, yang kini semakin cemas apalagi saat menyentuh tangan Cindy yang begitu dingin. Clara segera menyalakan lampu kamarnya, dan memeriksa kakaknya dengan teliti. Dia mulai memeriksa denyut nadi Cindy mulai dari pergelangan tangan hingga ke leher, karena dia belum begitu yakin dengan yang dirasakannya, dia mencoba lagi memeriksa detak jantungnya yang ternyata sudah  terhenti dan dia benar-benar sudah tertidur untuk selama-lamanya.
Clara segera memanggil kedua orangtuanya yang memang belum tidur dan masih berada di ruang keluarga. Sontak mereka terkejut, mengetahui putrinya telah tiada yang masih berada di atas tempat tidur dengan wajah yang tersenyum, tapi mereka ikhlas karena telah mempersiapkan hari ini sejak mengetahui penyakit yang diderita oleh Cindy.
Akhirnya penyakit kakak benar-benar lenyap dan dia tidak akan lagi menderita karena sudah tenang berada di sisi Yang Maha Kuasa. Seharusnya, aku sudah menyadarinya sejak tadi tapi aku sangat bahagia melihat senyum manis kakak di hari bahagianya tepat dihari dia dilahirkan dulu. Selamat jalan kakakku tersayang…” kata-kata itu tak mampu dikeluarkan oleh Clara dan hanya disimpan dalam hatinya. Clara ikhlas akan kepergiaan kakaknya meskipun hatinya menjerit karena tidak ada lagi orang yang selalu menemani harinya dan mendengarkan keluh kesahnya.

*

Kini mereka memang tinggal di villa yang telah menjadi tempat tinggal tetap seperti keinginan Cindy selama hampir satu tahun meskipun Papa akhirnya harus sering tidak pulang kalau pekerjaannya belum selesai. Tapi hal itu, tak menjadi penghalang lagi karena mereka akhirnya sudah terbiasa dan Clara tetap berupaya melakukan rutinitasnya di pantai meskipun hanya sekedar untuk melihat indahnya matahari tenggelam seperti keinginan terakhir kakaknya. Biasanya, Clara akan datang ke pantai pada sore hari karena dia harus menunggu pulang sekolah.
Dia memang sering ke pantai itu, tapi melemparkan botolnya tidak setiap hari karena dia bukanlah tipe orang yang suka menulis jadi kalau benar-benar ada yang berkesan dan menyakitkan baru dia menulisnya di surat dalam botol itu dan kemudian dikumpulkan dan sebulan sekali baru dilemparkan ke laut, dia juga yakin kalau kakaknya pasti akan memakluminya, setidaknya itulah usaha semampunya.
Yang sering menjadi isi surat Clara adalah seorang kakak kelasnya yang telah disukainya sejak pertama kali menginjakkan kaki disekolah barunya itu. Dia adalah laki-laki yang ditemuinya saat dia memasuki kelas yang salah dan bersedia mengantarnya menuju kelas yang sebenarnya.
“terima kasih ya!” hanya itu ucapan yang mampu dikatakan Clara saat itu dan hanya dibalas senyuman oleh laki-laki itu dan segera berlalu meninggalkannya di depan kelas
Itulah, yang mungkin dinamakan Cinta pada Pandangan Pertama. Ketika bertemu seseorang yang begitu baik hati, dia tidak begitu mempedulikan wajahnya ataupun seberapa populernya orang itu, setidaknya itulah pandangan Clara. Dan ternyata, dia benar-benar tak bisa melupakan laki-laki itu tapi dia tak berani untuk berkenalan apalagi untuk mengatakan perasaannya bahkan dia belum juga mengetahui siapa nama kakak kelas yang berhasil merebut perhatiannya itu hingga kini, laki-laki itu sudah lulus dari sekolah itu dan pergi entah kemana.

*

                Surat yang telah dikumpulkan daam satu botol, kini sudah siap untuk dilemparkan ke laut. Clara benar-benar menghabiskan hari liburnya di pantai itu yang sesuai dengan tanggal lahirnya yang dijadikan hari khusus untuk melemparkan botol ke laut setiap satu bulan sekali.
                “ga nyangka, masih ada aja orang yang lemparin botol ke laut” ucap seseorang yang tiba-tiba duduk disebelahnya diatas pasir pantai putih yang begitu bersih
                “apa urusan kamu?” tanya Clara pada laki-laki itu dengan nada kesal
                “itu ngerusak pemandangan tahu. Liat aja, masa ada botol yang mengapung di laut” ucapnya tanpa memalingkan wajah ke hadapan Clara yang masih sangat kesal dan beranjak bangun dari duduknya untuk meninggalkan orang asing itu.
                “tunggu…” ucap laki-laki yang ikut bangun dari duduknya. “aku Dicky..” ucapnya lagi mengenalkan diri yang kini berada di hadapan Clara
                “aku Clara” ucap Clara singkat
“jadi, kamu juga khan yang sering banget lempar botol kesana? Kenapa sih?” tanya Dicky, sambil menunjuk ke arah lautan dan segera mengajak Clara kembali duduk di atas pasir itu untuk berbagi cerita terutama alasan kenapa Clara melemparkan botol.
Entah kenapa, Clara dengan mudahnya menceritakan semua yang sebenarnya pada Dicky yang ternyata juga sangat menyukai pantai itu dan berharap akan bertemu lagi dengan Clara. Dan semakin hari, mereka semakin dekat karena Dicky benar-benar datang ke pantai  setiap sore dan menemani Clara menunggu terbenamnya matahari. Mereka telah menjadi teman dekat, tapi tak saling mengenal dekat tentang pribadinya, hingga kini bahkan Clara tidak tahu dimana sekolah Dicky ataupun rumahnya karena dia tak pernah memberitahunya.
“kamu sekolah dimana sih?” tanya Clara saat itu
“emang penting ya? aku ga sekolah kok!” jawabnya sambil tersenyum
“yaudah, kalau ga mau kasih tau dimana sekolah kamu. Kalau rumah kamu dimana, aku mau main dong?” tanya Clara lagi
“nanti kamu juga akan tahu” hanya itu ucapan laki-laki misterius itu.

*

                Hari ini, tepat satu tahun sejak sepeninggal Cindy. Clara mengajak kedua orangtuanya untuk ikut ke pantai dan melemparkan surat-surat yang telah dikumpulkannya ditambah juga dengan ucapan-ucapan cinta dari mereka untuk Cindy.
                “kita lempar bareng-bareng ya!” ucap Clara menginstruksikan pada kedua orangtuanya dan menunggu hingga matahari benar-benar tenggelam. Setelah itu mereka pergi meninggalkan pantai itu
                Ada tanya dalam hati Clara, kenapa dia tak menemukan Dicky di pantai hari ini padahal setiap hari dia selalu datang kesana untuk menemani Clara. Dia mencoba melupakan hal itu dan berharap akan menemui Dicky besok.
                Besok dari perkiraan Clara sudah berlalu bahkan hari ini sudah hampir seminggu dia tidak mendapatkan kabar dari Dicky, dia begitu khawatir apa yang sebenarnya terjadi pada Dicky, orang yang benar-benar misterius yang sudah mengisi hari-harinya. Dia terus menunggu bahkan sampai hari benar-benar gelap tapi Dicky tidak juga datang, akhirnya dia memutuskan untuk kembali besok pagi karena hari minggu jadi dia bisa menghabiskan waktu sepanjang hari di pantai itu sambil menunggu kedatangan sahabatnya akhir-akhir ini.
               
*

                Pagi itu, Clara duduk di tempat yang sama dimana dia pertama kali bertemu Dicky dengan harapan dia akan menemuinya dengan mudah.
                “Clara???” panggil seseorang yang masih berdiri namun membungkukkan sedikit badannya ke arah Clara yang masih duduk manis di atas pasir putih itu dengan wajah bingung
                “kamu Clara khan?” tanya laki-laki itu lagi dan langsung dijawab dengan anggukan oleh Clara yang sebenarnya masih bingung namun tetap membuat orang itu duduk disebelah Clara
                “aku Raka, kita pernah satu sekolah khan?” tanyanya tak yakin
                “iya, aku adik kelas kakak” jawab Clara singkat karena dia begitu tidak percaya kalau lelaki yang menghampirinya ternyata adalah kakak kelas yang selama ini disukainya dan akhirnya dia bisa berkenalan dengan pujaan hatinya itu.
                “kakak, kenapa bawa-bawa botol yang ada suratnya?” tanya Clara bingung dan makin tak menyangka kalau dia mempunyai kebiasaan yang sama dengan Raka yang kemungkinan juga akan melemparkan botol itu ke laut, kini hatinya kian berbunga-bunga.
                “aku bukan mau melemparnya ke laut” ucapan Raka itu seakan-akan pertanda kalau dia mengetahui apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Clara dan membuatnya semakin bingung.
                “ini, untuk kamu dari adikku” ucap Raka lagi sambil memberikan botol itu kepada Clara
                “buat aku? emang, siapa adiknya kakak?” tanya Clara makin bingung
                “kamu akan tahu nanti setelah membacanya tapi aku harap kamu pulang aja sekarang dan baca itu dirumah. Nanti sore, sebelum matahari tenggelam, kita bertemu lagi disini ya!” ucap Raka sambil beranjak dari duduknya dan segera membersihkan butiran-butiran pasir di celana pendeknya. Seperti di hipnotis, Clara menuruti saja permintaan Raka dan segera bangun dari duduknya untuk pulang kerumah dan membaca surat itu.
                Sesampainya dirumah, dia langsung membuka tutup botol tadi dan segera membaca surat di dalamnya.
Clara, sahabatku…
Sudah ratusan surat dalam botol, kamu lemparkan ke laut itu
Jutaan keluh kesah dan cerita kau curahkan di dalamnya
Kenyataanpun telah kualami seperti suratmu
Melihat matahari tenggelam di tepi pantai memang sangat indah
Terima kasih, kamu bersedia menemani hari-hari terakhirku
Dan maafkan aku telah bertindak sesuatu tanpa sepengetahuanmu
Tapi, aku harus tetap pergi
Selamat tinggal….

Sahabatmu, Dicky

*

                Clara makin bingung dengan apa yang sedikit diketahuinya tentang Dicky, ternyata dia adalah adiknya Raka, dan yang makin membuatnya tidak mengerti adalah isi surat itu dan kenapa dia tidak menemui Clara sendiri tapi justru meminta kakaknya yang datang.
                Tak sabar menunggu hingga sore, Clara langsung kembali ke pantai itu dan berharap Raka masih berada disana. Benar saja, sesampainya di pantai itu, Raka sedang duduk di sebuah gubuk kecil di sekitar pantai sendirian sambil menikmati es kelapa.
                “kenapa Dicky ga mau ketemu sama aku?” tanya Clara ketika berada dihadapan Raka tiba-tiba
                “ternyata benar, kata Dicky” ucap Raka sambil tersenyum kearah Clara yang masih berdiri dihadapannya dengan wajah makin kesal dan menarik tangannya untuk duduk
                “emang apa kata Dicky? Sampai-sampai dia ga mau lagi ketemu aku” ucap Clara kesal
                “dia bilang, aku ga boleh langsung pulang karena kamu pasti akan kembali lagi secepat mungkin. Dia bukan ga mau ketemu sama kamu, tapi dia emang ga bisa ketemu kamu lagi disini” ucap Raka
                “ya, aku pasti cepat kembali karena surat itu benar-benar aneh, tapi kenapa dia ga bisa ketemu aku disini padahal biasanya dia juga sering menemani aku disini” ucap Clara kesal namun menjadi bingung lagi karena melihat perubahan ekspresi pada wajah Raka
                “kamu mau tahu yang sebenarnya?” tanya Raka kemudian yang langsung dijawab dengan anggukan dan wajah penasaran oleh Clara. “kamu ga akan pernah bertemu Dicky lagi tapi surat-surat itu masih tersimpan rapi dalam botol yang disimpan dikamarnya. Ayo, ikut aku!” ucap Raka mengajak Clara pergi dari pantai itu.
                Tak berapa lama, mereka tiba disebuah rumah yang dipenuhi dengan taman yang indah di halamannya. Clara diminta menunggu sebentar di beranda rumah itu, sementara Raka masuk kedalam. Hanya beberapa menit saja, Raka kembali keluar bersama seorang wanita dewasa yang cantik namun tak bisa menutupi wajahnya yang lesu seakan tak berhenti menangis beberapa lama.
                “jadi, kamu yang namanya Clara. Ayo, masuk!” ucap wanita itu ramah
                “iya..” jawab Clara singkat sambil melangkah masuk kedalam rumah dan memandangi beberapa foto yang ada di ruangan itu dan ternyata benar kalau Dicky merupakan salah satu anggota keluarga itu begitupun dengan Raka karena terdapat foto keluarga mereka.
                “ini kamar Dicky, kamu boleh masuk kalau mau!” ucap mama Dicky sambil menunjukkan sebuah kamar yang sudah kosong, tak ada orang, namun tetap rapi dan banyak surat dalam botol tergeletak di lantai kamar itu, persis seperti botol-botol yang telah dilemparkan Clara ke lautan.
                “aku boleh, baca surat-surat itu?” tanya Clara pada Raka dan mamanya yang sama-sama tengah berdiri dihadapannya
                “iya, kamu boleh baca semuanya karena itu memang untuk kamu. Tante tinggal dulu ya!” ucap mama Dicky meninggalkan Clara dan Raka di kamar yang katanya kamar Dicky itu.
                Clara membaca satu per satu surat dalam botol itu. yang ternyata telah dibalas dengan kata-kata yang indah oleh Dicky, waktu berlalu begitu cepat,  tak terasa senja sudah tiba dan dia memutuskan untuk beranjak dari duduknya meskipun belum selesai membaca surat-surat itu namun ditahan segera  oleh Raka.
                “kamu mau kembali ke pantai? Untuk menyaksikan matahari tenggelam? Apa itu harus kamu lakukan setiap hari? Aku rasa bukan itu yang kakak kamu harapkan” ucap Raka yang membuat Clara makin bingung dan bertahan di tempat itu.
                “maksudnya? Darimana kamu tahu tentang kakak aku? oh ya, dari surat-surat itu juga pastinya tapi kamu ga tahu apa yang  sebenarnya kakakku mau sebelum dia meninggal” ucap Clara tak bisa lagi menahan air matanya karena harus mengingat lagi kakak yang begitu disayanginya.
                “aku bukan tahu dari surat-surat itu bahkan aku belum pernah sekalipun membaca surat botol kamu. Tapi aku tahu, apa yang Cindy inginkan dan bukan hanya seperti yang kamu lakukan selama ini”
                “kamu bohong!! Jadi kamu tahu darimana???” ucap Clara kini dengan nada tinggi namun Raka justru meninggalkannya sendiri di kamar itu dengan hati yang masih sangat galau.
                “aku tahu semuanya dari sini. Kamu bisa membacanya sendiri” ucap Raka saat kembali lagi ke kamar Dicky dengan membawa sebuah botol yang terdapat sebuat surat di dalamnya.
Ya Tuhan…
Aku sudah tak sanggup dengan semua ini, melihat mama dan papa bersedih begitu juga dengan adikku. Mereka begitu mencintaiku dan aku tak sanggup melihat mereka menangisi keadaanku setiap hari. Memang tak pernah diperlihatkan hal itu padaku tapi aku tahu dan sadar telah menyakiti hati dan perasaan mereka.
Semoga yang kuharapkan akan terkabul hari ini, di hari yang bertepatan dengan kelahiranku…
Aku sangat menyayangi adikku dan aku harap dia tak pernah lagi mempertaruhkan kebahagiaannya demi aku, dia tak harus lagi menuruti keinginanku. Aku hanya ingin, dia bisa hidup normal kembali tanpa bayang-bayang aku dan dia bisa melakukan apa saja yang diinginkannya.
Aku memang menginginkan agar dapat melihat MATAHARI TENGGELAM setiap hari tapi aku tak ingin dia yang justru nantinya melakukan untukku. Dia punya harapannya sendiri dan aku bersyukur bisa melihatnya hari ini dan semoga aku bisa melihat BULAN dan BINTANG yang bersinar terang hari ini sebelum aku harus pergi.
Aku sangat bersyukur, Engkau telah memberikanku keluarga yang sangat menyayangiku terutama adikku yang selama ini selalu bersedia mendampingiku. Harapanku yang terakhir, semoga Clara bisa mendapatkan seseorang yang akan menjaganya untuk selamanya. Aku berharap, orang yang nantinya akan menemui botol ini akan menjadi orang itu, yang akan menjaga Clara selamanya.

Cindy Mutiara

*


                Kali ini, Clara benar-benar menangis di hadapan Raka yang dari tadi terus memperhatikannya.
                “kenapa kalian menutupi semuanya dari aku?” tanya Clara
                “maksud kamu dengan “kalian” siapa?” tanya Raka bingung
                “ga usah pura-pura deh” ucap Clara kesal. “kenapa Dicky ga bilang semua sama aku selama ini?” ucapnya lagi menahan air mata yang sudah bertumpuk untuk jatuh di pipinya
                “Dicky ga tahu apa-apa soal ini, yang dia tahu hanya surat yang berisi curahan hati dari dalam botolmu tapi dia tidak pernah mengetahui dan mengenal Cindy” jawab Raka memperjelas
                “Bohong!!! Kamu ga usah menutupi semuanya lagi. Aku mau ketemu Dicky sekarang karena dia ga pernah membohongi aku!” ucap Clara meninggikan suaranya lagi
                “ga bisa.. Dia udah pergi” ucap Raka singkat
                “kenapa ga bisa, aku bersedia pergi kemana aja untuk ketemu sama dia”
                “tapi benar-benar ga bisa. Dicky udah meninggalkan kita semua” ucap Raka kemudian
                “maksudnya???” tanya Clara semakin penasaran
“Dicky divonis kanker stadium akhir sejak 3 bulan lalu. Suatu hari, aku menemukan surat dalam botol di pantai yang kemudian aku simpan dikamar. Ketika Dicky masuk ke kamarku dan melihatnya, dia sangat tertarik akan hal itu, dia memintaku agar mengumpulkan surat-surat dalam botol lagi, karena aku tak mengizinkannya untuk membaca surat yang kutemukan saat itu. Sebenarnya, aku tidak yakin akan menemukan botol semacam itu lagi tapi ternyata, setiap tanggal yang bertepatan dengan tanggal aku menemukan surat pertama itu, di setiap bulannya, aku menemukan surat dalam botol lagi tapi aku tak pernah membacanya, karena aku melakukan itu semua hanya untuk Dicky. Dicky mulai membacanya dan terkadang membalas isi surat itu yang sebenarnya dia tak tahu siapa pemiliknya. Sampai akhirnya, dia kabur dari rumah hanya untuk mengetahui siapa orang itu dan keputusannya tidak sia-sia karena dia berhasil menemuinya meskipun dia belum berani memberikan balasan surat-surat pada gadis itu tapi dia berhasil berteman baik dengannya hingga di akhir hidupnya. Dia menceritakan semuanya padaku setiap malam tapi aku baru mengetahui siapa gadis itu sebenarnya kemarin ketika aku membuka lemarinya dan menemukan surat dalam botol juga yang sengaja ditulis sebelum kepergiannya untuk mama, papa, aku dan Clara, orang yang telah menuliskan beberapa surat dalam botol yag dilemparkan ke laut itu”
                “jadi, maksudnya gadis itu aku. Lalu, Dicky sekarang…” ucap Clara tak sadar air matanya menetes kembali ke pipinya. “apa kamu ga bohong sama aku?” Clara masih tak percaya.
                “apa mungkin, aku berbohong tentang kematian adikku?”
                “jadi, aku kehilangan lagi. Dicky adalah orang yang baik, dia ga pernah memperlihatkan sakitnya ke aku, dan..” Clara tak bisa lagi menahan tangisnya. “kenapa, semua harus terjadi sama aku? mungkin aku memang ditakdirkan untuk sendirian” Clara mencoba kembali beranjak dari duduknya.
                “kamu ga pernah sendiri. Kamu punya papa, mama dan juga aku. Aku udah berjanji sama Cindy untuk menjaga kamu selamanya” ucap Raka menahan kepergian Clara
                “karena surat itu? Kamu ga usah pikirin itu, karena kamu ga pernah berjanji secara langsung sama kakak” ucap Clara yang tetap berajak dari duduknya
                “bukan, bahkan sebelum aku membaca surat itu. Saat aku menemukan botol itu di laut, aku segera menghampirinya karena aku memang telah melihatnya saat melemparkan botol itu yang tak terlalu jauh dari tepi” ucap Raka menjelaskan saat dirinya ikut berdiri. “kamu tahu apa yang dia ucapkan padaku? Dia hanya ingin aku menjaga adiknya dan saat itu pula, aku langsung berjanji padanya untuk menjaga adiknya selamanya” Raka kembali menjelaskan yang sebenarnya
                “tapi, kenapa saat aku menghampiri kakak kamu udah ga ada?” tanya Clara bingung
                “itu karena Pak Diman, orang yang membantu keluargaku, datang dan memberi kabar bahwa Dicky anfal. Jadi, aku langsung pergi bersamanya” ucap Raka lagi yang justru membuat Clara menjadi bimbang mendengar kenyataan itu, dia memutuskan untuk meninggalkan rumah itu dan kembali kerumahnya untuk menenangkan pikirannya.
                Raka mengantar Clara pulang hingga kerumah dan menemui kedua orangtua Clara, dia menjelaskan semua yang telah terjadi selama ini agar tidak ada lagi kesalahpahaman diantara mereka dan setelah itu, dia berpamitan untuk pulang.
                “Aku akan terus berusaha untuk menjaga Clara, selain karena janjiku pada Cindy. Karena sejak pertama kali kita bertemu, aku memang tidak bisa melupakannya tapi juga tak berani untuk mengungkapkannya. Tapi sekarang aku bertambah yakin. Aku mencintaimu, Clara” ucap Raka sebelum benar-benar pulang di hadapan Clara dan juga kedua orangtua Clara.
                “aku juga ga bisa membohongi perasaanku lagi, Aku juga cinta sama kamu” ucap Clara tersipu malu dihadapan Mama dan Papanya.
                Ternyata, inilah jawaban dari semua pertanyaanku pada kak Cindy. Dia benar-benar kakak yang paling baik karena telah memberikanku yang terbaik bahkan menemuiku dengan seseorang yang kucintai sejak lama padahal ku kira, kita tak akan pernah bertemu. Terima kasih kak” itulah isi hati Clara saat itu. Hubungan yang baru saja terjalin ini, memang cukup tragis namun membuktikan kalau memang jodoh pasti akan bertemu kembali bahkan dengan cara yang tak terduga, dan berakhir dengan bahagia.

***

No comments:

Post a Comment